Tangani Sampah Tanpa Teknologi Insinerator

Walhi Jawa Barat memperkirakan produksi sampah di kabupaten dan kota di Jawa Barat sudah mencapai 500 ton hingga 1500 ton per hari. 

Hal ini diutarakan Direktur Eksekutif Walhi Jawa Bara, Dadan Ramdan, Minggu (25/5/2014). 

Artinya produksi sampah sangat tinggi dan semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatknya jumlah penduduk, konsumsi barang, makanan dan minuman serta produksi barang-barang kemasan dari perusahaan yang semakin beraneka ragam.  

Menurut Dadan Ramdan Adanya komitmen nyata pemerintah daerah dalam menangani sampah tentu harus didukung bersama. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah memberikan mandat kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi penanganan sampah baik dalam skala lokal dan regional. 

"Bahkan pihak pelaku usaha diwajibkan bertanggung jawab melakukan penanganan dan pengurangan sampah atas produksi barang kemasan yang telah dihasilkannya sebagaimana tertuang dalam pasal 20 ayat 3," kata Dadan Ramdan.  

Namun, lanjut Dadan, jika rencana dan kebijakan penanganan sampah dalam skala regional yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan 6 Kabupaten/kota di Jawa Barat dengan cara di bakar apalagi dalam skala besar dengan menggunakan teknologi incinerator maka patut kita tolak. Penanganan sampah dalam skala besar dengan menggunakan teknologi incinerator memiliki banyak kelemahan dari aspek biaya, lingkungan hidup, resiko keamanan/bencana dan ekonomi yang hanya untungkan investor maupun pengusaha sampah.

Dadan Ramdan menilai bahwa penggunaan teknologi incinerator dalam mengelola sampah untuk menghasilkan energy listrik sudah banyak ditinggalkan, bukan teknologi tinggi dan ramah lingkungan hidup, dan banyak negara di Amerika, Eropa dan Asia sudah meninggalkan teknologi ini. Dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah pasal 29 yang menyatakan setiap orang dilarang membakar sampah.

PLTSA bukanlah teknologi tinggi yang ramah lingkungan. Kita pun ingat almarhum Prof Dr Otto Sumarwoto menentang penggunaan dan pembangunan PLTSA di Indonesia karena beresiko timbulnya korban dan terjadinya krisis ekologi. Walhi Jawa Barat menolak pembangunan PLTSA karena pengelolaan yang tersentralisasi tetap menyimpan risiko yang sama dengan yang dulu. "Kalau leuwigajah bisa meledak apalagi insinerator? kalau seluruh pengelolaan sampah kota Bandung bergantung pada PLTSA akan tercipta sistem yang rentan krisis," katanya.

Penolakan juga dilandasi oleh pengelolaan sampah yang menyangkut hajat hidup orang banyak sungguh berbahaya kalau dikuasai oleh perusahaan yang bekerja untuk kepentingan bisnis, dan Undang-Undang No 18 tahun 2008 sudah memandatkan pengelolaan sampah yang menuju pengurangan sampah dari sumber sampah, yaitu kita semua, sehingga pendekatan end of pipe seperti insinerator (termasuk TPA dengan sistem apapun) harus segera ditinggalkan pemerintah daerah di Jawa Barat. 

Walhi Jawa Barat memandang bahwa orientasi kebijakan dan strategi penanganan sampah di Jawa Barat harus dilakukan dalam kerangka pencegahaan produksi sampah yang semakin banyak selain upaya penanganan sampah yang mengedepankan penguatan pemberdayaan masyarakat dan kelompok/komunitas yang mengelola sampah. Selain itu, banyak teknologi yang digunakan untuk mengolah sampah dalam skala kecil seperti penggunaan biodigester yang lebih ramah lingkungan dan bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. (hr) MS


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar